KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul Teori dan Model
Penerjemahan ini membahas mengenai bagaimanakah teori, model, dan konsep
penerjemahan.
Dalam penulisan
makalah ini, saya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulisan makalah ini. Saya sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, Hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan saya.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.
Akhir kata, saya
memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Medan,
14 Mei 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 :
PENDAHULUAN 4
1.1
Latar belakang 5
1.2
Rumusan masalah 5
1.3
Tujuan penelitian 5
1.4
Metode penelitian 5
1.5
Manfaat penelitian 5
BAB 2 :
KAJIAN PUSTAKA 6
2.1 Translasi dan Penerjemahan 6
2.2 Model Penerjemahan Larson 7
2.3 Model Penerjemahan catford 8
2.4 Teori Systemic Functional Linguistics 8
2.5 Konsep Systemic Functional Linguistics 9
2.5.1 Bahasa adalah System
Semiotik Social 9
2.5.2 Bahasa adalah Fungsional 10
2.5.3 Fungsi Bahasa
Membuat Makna 10
2.5.4 Bahasa adalah Kontekstual 10
2.6 Metafungsi Bahasa 10
2.6.1 Fungsi Ideasional 10
2.6.1.1
Fungsi Eksperensial 10
2.6.1.2 Fungsi
Logika 11
2.6.2 Fungsi Antarpesona 11
2.6.3 Fungsi Tekstual 11
2.7 Model Kajian Tematisasi 11
BAB 3 :
PENUTUP 12
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
DAFTAR
PUSTAKA 13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penerjemahan sangatlah penting dalam segala bidang
kehidupan. Seperti kita ketahui, penerjemahan melibatkan bahasa dan sistem
kebahasaan yang cukup kompleks yang pastinya berkembang dan berbeda antara satu
bahasa dengan bahasa yang lain. Karena tidak semua penerjemah mengetahui sistem
yang berlaku pada bahasa sumber, hal tersebut tentunya menjadikan kesulitan
tersendiri bagi seorang penerjemah dalam menerjemahkan. Disamping itu,
penerjemah pun akan menghadapi satu permasalahan lagi dimana bahasa juga
berkembang dan itu menyebabkan munculnya kata, frase, idiom ataupun sistem
kebahasaan yang baru pada suatu bahasa yang mungkin tidak diketahui oleh
penerjemah.
Jelaslah bahwa kompleksitas dan perkembangan dari
sistem kebahasaan menimbulkan suatu permasalahan dalam penerjemahan. Namun,
tidaklah akan ada pemasalahan dan kesulitan jika tidak ada alternatif
pemecahannya. Untuk mengatasi kesulitan yang disebutkan sebelumnya, terlebih
dahulu kita harus memahami ilmu tentang penerjemahan. Setelah itu ketika kita
akan menerjemahkan suatu informasi atau teks dari suatu bahasa sumber kedalam
bahasa sasaran, kita harus mengetahui dan mempelajari sistem kebahasaan yang
berlaku pada bahasa sumber secara tepat. Kemudian, sebagai seorang penerjemah,
kita pun dituntut untuk mengikuti perkembangan suatu bahasa sumber khususnya.
Dengan begitu, setidaknya kesulitan dan permasalahan
terjemahan pun akan sedikit berkurang. Seperti yang disebutkan sebelumnya,
penerjemahan memang penting dalam aspek kehidupan apapun itu. Namun, seorang
penerjemah terkadang menghadapi beberapa kesulitan karena kompleksitas sistem
suatu bahasa. Maka, seorang penerjemah pun perlu memahami betul tentang hal
tersebut. Apabila seorang penerjemah telah memiliki pemahaman yang baik dalam
menghadapi suatu permasalahan penerjemahan, maka proses penerjemahan pun akan
lebih mudah. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dijelaskan teori tentang
penerjemahan beserta model penerjemahan yang disusun oleh translator-translator
terdahulu.
1.2 Rumusan
Masalah
·
Apa yang dimaksud Translasi dalam teori
penerjemahan?
·
Bagaimana model terjemahan Larson dan
Catford?
·
Apa yang dimaksud dengan teori Systemic
Functional Linguistics?
·
Bagaimana Metafungsi Bahasa dalam teori
penerjemahan?
·
Bagaimana model Kajian Tematisasi?
1.3 Tujuan
Penelitian
§ Mendeskripsikan
apa itu Translasi dalam teori terjemahan.
§ Mendeskripsikan
model terjemahan Larson dan Catford.
§ Mendeskripsikan
teori Systemic Functional Linguistics.
§ Mendeskripsikan
Metafungsi Bahasa dalam teori penerjemahan.
§ Mendeskripsikan
model Kajian Tematisasi.
1.4 Metode
Penelitian
Metode
yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan dan metode
literature. Artinya, sumber referensi yang diambil berupa buku-buku dan
internet.
1.5 Manfaat
Penelitian
Makalah
ini diharapkan bisa membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang teori dan
model penerjemahan. Selain itu, makalah ini bisa menambah pengetahuan pembaca
atau mahasiswa yang ingin menjadi seorang penerjemah yang baik.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Translasi
dan Penerjemahan
Pada konteks ini, perlu dibedakan antara kata translasi dan ‘penerjemahan’. Kata
‘penerjemahan’ mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan kata
‘translasi’ sebagai padanan kata translation
artinya hasil dari suatu penerjemahan (Nababan, 2003: 18). Dengan demikian,
menerjemahan berarti mengalihkan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran sedemikian rupa sehingga
orang yang membaca atau mendengar pesan itu dalam bahasa sasaran
kesannya sama dengan orang yang membaca pesan itu dalam bahasa sumber. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nida (1967) dalam Hanafi (1986:25) yang mengatakan
bahwa, “ Translating consist in producing
in the receptor language the closest natural equivalent to the message of the
source language, first in meaning and secondly in style”. Hal ini berarti, di dalam penerjemahan
harus dicari padanan yang paling dekat dengan bahasa penerima terhadap bahasa
sumber, baik dalam hal makna maupun gaya bahasanya.
Newmark
(1988:4) menilai bahwa sebuah teks yang akan ditranslasikan dapat ditarik ke
sepuluh arah dalam analisis sebelum dialihkan.
Machali (2000:106) mengungkapkan
bahwa campur tangan penerjemah dalam proses penerjemahan disebabkan oleh:
a.
merupakan terjemahan manusia (human
translation)
b.
bahasa bukanlah sebuah ‘jacket pengaman’
yang mengikat pemakainya (penerjemah) untuk hanya memilih satu bentuk
tertentu;
c.
penerjemah (manusia) mempunyai keunikan (pandangan, prasangka, dll.)
2.2 Model Penerjemahan Larson
Larson (1984:17) menyatakan bahwa saat menerjemahkan
sebuah teks, tujuan penerjemahan adalah
mencapai translasi idiomatik yang sedemikian
rupa, berusaha untuk mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber ke dalam bentuk
alami dari bahasa sasaran.
Di dalam hal ini Larson
(1984:4) secara sederhana menampilkan diagram proses menerjemah suatu bahasa.
Larson (1984:4) menggambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2: Proses Penerjemahan (Larson,
1984)
Alur penerjemahan yang digagas oleh Larson tersebut
dikembangkan oleh Said (1994) dalam Suryawinata & Hariyanto (2003:21) untuk
menunjukkan kompleksitas yang terjadi dalam proses penerjemahan. Proses
penerjemahan tersebut mencakup kegiatan yang berlangsung secara internal (dalam
pikiran penerjemah) dan ekternal (terlihat secara fisik).
2.3 Model Penerjemahan Catford
Catford (1965:20) menegaskan
bahwa daam penerjemahan terjadi pergeseran. Konsep pergeseran dalam
penerjemahan bisa dilihat dari dua perspektif yang berbeda tentang translasi. (1) translasi sebagai produk;
dan, (2) translasi sebagai suatu proses. Catford
(1965:73-82) membedakan pergeseran dalam penerjemahan ke dalam dua jenis
sebagai berikut:
a.
level shift yang muncul di permukaan dalam
bentuk item bahasa sumber pada level
linguistic tertentu mempunyai padanan dalam level yang berbeda. Misalnya,
tataran gramatika berpadanan dengan leksis
b.
category shift yaitu suatu istilah generic
yang mengacu pada pergeseran yang
mencakup structure-shifts, class-shift, unit-shifts dan Intra-system-shift.
2.4 Teori System Functional Linguistics
Teori Systemic Functional Linguistics sangat potensial
dengan berbagai dimensi analisis dalam teks dan wacana. Kelebihan
teori Systemic Functional Linguistics
adalah pada analisis konteks budaya teks sebagai aktivitas sosial bertahap
untuk mencapai suatu tujuan keberhasilan teks mencapai sasarannya. Teori ini
memandang teks mempunyai ciri budaya yang memberi karakteristik atau fitur pada teks tersebut.
Martin
(1993) dalam Sinar (2008:8-9) menjelaskan dalam rancangannya bahwa bahasa
berada di dalam konteks sosial.
Selain itu, Matthiessen(1993) dalam Sinar (2008:17)
merancang stratifikasi bahasa dalam konteks. Ia berpendapat bahwa di dalam
bahasa dan di dalam bahasa terdapat
makna (semantik), di dalam makna terdapat leksiko-grammar dan di dalam
leksikogrammar terdapat fonologi. Dengan demikian, bahasa meliputi tiga
unsur sekaligus yaitu semantik , leksiko
grammar, dan semantik.
2.5 Konsep Systemic
Functional Linguistics
Di
dalam konsep Systemic Functional Linguistics dijelaskan bahwa (1) bahasa
merupakan sistem semiotic dan (2) bahasa juga bersifat fungsional (3) bahasa berfungsi
untuk membuat makna dan bahasa mempunyai makna dan bahasa mempunyai tiga fungsi
yaitu fungsi memaparkan pengalaman yang disebut dengan fungsi ideasional,
fungsi mempertukarkan pengalaman atau fungsi tekstual, dan (4) bahasa bersifat
kontekstual.
Bahasa adalah Sistem Semiotik
Sosial
Bahasa dipandang sebagai fenomena sosial yang wujudnya
sebagai semiotik sosial. Konsep semiotik pada mulanya berasal dari konsep tanda
yang berhubungan dengan istilah semainon (penanda).
Oleh karena itu, Fawcett (1984:xiii) mengatakan bahwa semiotikmerupakan kajian
tentang sistem tanda dan penggunaannya. Dengan demikian, semiotik bukan sebagai kajian tentang tanda melainkan
sebagai kajian tentang sistem tanda.
Bahasa adalah fungsional
Fungsional
diartikan sebagai bahasa yang melakukan pekerjaan yang sama dalam suatu konteks. Menurut
Saragih (2006:3) terdapat tiga
pengertian dalam konsep fungsional di dalam
konteks sosial.
a.
Bahasa terstruktur sesuai
kebutuhan manusia akan bahasa
b. Bahasa berfungsi untuk memaparkan, mempertukarkan dan merangkai pengalaman
yang disebut dengan metafungsi bahasa
c.
Satu
unit bahasa fungsional terhadap uni lain yang lebih besar. Artinya, satu unit bahasa dapat menjadi unit bahasa
yang lebih besar misalnya kata, frase,
dan klausa.
Fungsi Bahasa Membuat Makna
Hal
ini dapat dibuktikan ketika manusia
mengekspresikan keperluan-keperluan mereka melalui bahasa, mereka membuat makna dalam teks. Fokus Systemic Functional Linguistics terhadap bahasa sebagai institusi
sosial memberi makna khusus teks dan konteks . hal ini memunculkan pandangan
bahwa bahasa adalah sebuah sistem atau sistem pilihan yang relevan dengan
pendidikan linguistik.
Bahasa adalah Kontekstual
Ada teks dan ada teks lain yang menyertainya : teks yang
menyertai teks itu disebut konteks. Di dalam teori Systemic Functional
Linguistics, konteks terbagi atas konteks linguistik dan konteks sosial.
Konteks linguistik merujuk pada bahasa
itu sendiri sedangkan konteks sosial terbagi atas tiga yaitu (1) konteks situasi
yang mencakup ‘field’ , ‘tenor’ dan ‘mode’, (2) konteks budaya, dan (3) konteks
ideology.
2.6 Metafungsi Bahasa
Makna metafungsional adalah makna yang secara simultan
terbangun dari tiga fungsi bahasa, yaitu fungsi ideasional, fungsi antarpesona,
dan tekstual. Pada
tataran kelompok kata dan klausa, makna tekstual diungkapkan dengan tematisasi,
hubungan makna secara repitisi, sinonimi, antonimi, hiponimi, meronimi, dan
komeronimi untuk mengungkapkan kohesi leksikal.
1.
Fungsi Ideasional
Ø
Fungsi Eksperensial
Di dalam fungsi eksperensial, bahasa terdiri dari enam
proses yaitu proses material, verbal, mental, relasional, perilaku,dan wujud.
(1) Proses material
(2) Proses verbal
(3) Proses mental
(4) Proses relasional
Ø Fungsi Logika
Fungsi logika yang dimaksudkan di sini yaitu bahasa
memiliki satu atau lebih dari satu klausa yang disusun berdasarkan hubungan
logis sesuai dengan posisi antar klausa. Hubungan logis semantik menunjukkan
makna yang timbul antarklausa yang dapat dibagi atas dua jenis, yaitu ekspansi
dan proyeksi.
2. Fungsi Antarpersona
Setelah
dijelaskan fungsi memaparkan (fungsi
ideasional) yang mencakup fungsi eksperensian dan logika. Berikut ini
dijelaskan fungsi kedua bahasa, yaitu memaparkan pengalaman atau disebut fungsi
antarpesona. Fungsi antarpesona adalah fungsi bahasa yang mampu mempertukarkan
pengalaman dalam interaksi sosial. Fungsi antarpesona merupakan aksi yang
dilakukan pemakai bahasa untuk dapat saling bertukar pengalaman linguistik.
3.
Fungsi Tekstual
Fungsi tekstual adalah sebuah interpretasi bahasa dalam
fungsinya sebagai pesan. Hal ini diinterpretasikan sebagai fungsi intrinsik
kepada bahasa itu sendiri, dalam arti
bahwa bahasa berkaitan dengan aspek situasional di mana bahasa atau teks
terdapat di dalamnya.
2.7 Model Kajian Tematisasi
Di dalam model kajian tematisasi, penelitian
terhadap data diolah dengan menggunakan teori Systeemic Functional Linguistic. Teori ini menyatakan bahwa bahasa
berkaitan dengan konteksnya, saling menentukan teks dan merujuk kepada konteks.
Hubungan teks dan konteks ini disebut dengan hubungan konstrual semiotik.
Penelitian tematisasi
dapat dilakukan dengan berorientasi pada kompetensi tekstual. Kompetensi ini
mengacu pada kemampuan mengenai bagaimana satu unit bahasa dirangkai dengan
unit bahasa yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
ü
‘Translasi’ dan
‘penerjemahan’ adalah berbeda. Kata ‘penerjemahan’ mengandung pengertian proses
alih pesan, sedangkan kata ‘translasi’ sebagai padanan kata translation artinya
hasil dari suatu penerjemahan (nababan, 2003:18)
ü
Jacobson dalam artikelnya “on linguistic aspect of translation”
menyatakan terjemahan terbagi 3 jenis yaitu, intralingual translation, interlingual
translation dan intersemiotic translation.
ü
Larson (1984:17)
menyatakan bahwa saat menerjemahkan sebuah teks, tujuan penerjemah adalah
mencapai translasi idiomatic yang sedemikian rupa, berusaha untuk
mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber ke dalam bentuk alami dari bahasa
sasaran.
ü
Catford (1965:20) membedakan
pergeseran dalam penerjemahan ke dalam 2 jenis yaitu, level shift dan category
shift. Category shift dibagi lagi
menjadi structure-shifts, class-shift, unit-shifts dan intra-system-shift.
ü
Konsep systemic functional
linguistics terbagi 3 yaitu, (1) bahasa merupakan system semiotic, (2)
bahasa bersifat fungsional, (3) bahasa berfungsi membuat makna dan (4) bahasa
bersifat kontekstual.
ü
Metafungsi bahasa
terdiri dari 3 fungsi yaitu, (1)fungsi ideasional, terbagi menjadi fungsi eksperensial
dan logika (2) fungsi antarpesona dan (3) fungsi tekstual.
ü
Yang dikaji dalam tematisasi adalah unsur tema dan rema yag terdapat di
dalam teks dan terjemahannya. Unit bahasa yang terletak di awal klausa disebut sebagai
Tema dan Rema terdapat
sesudah tema.
3.2 Saran
Ada beberapa kesulitan yang saya temukan dalam pembuatan
makalah ini. Salah satunya adalah Bahasa yang terlalu baku. Saran saya
sebaiknya kalimat atau kata-kata yang ada dalam makalah atau sumber referensi
lebih sederhana agar mudah dimengerti oleh pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.wikipedia.com
Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. London: longman.
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation.
London: Oxford University Press.
Djajasudarma, Fatimah.
1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.
kereeeen..........
BalasHapusNababan (2003), Hanafi (1986), Macaly (2000) dll yang di tulisan dikutip kok gak ada di referensi. :D
BalasHapusMohon infonya, supaya kita juga bisa jadikan referensi :)
Harrah's Resort Southern California | Hotel Review & Rates
BalasHapusRead 문경 출장샵 our Harrah's 제주 출장샵 Resort Southern California, Harrah's Resort 남원 출장마사지 SoCal review and get the inside 춘천 출장샵 scoop on where to stay, Rating: 안동 출장마사지 8.6/10 · Review by KPBS